Serikat Perempuan
Indonesia (SERUNI)
Peringatan Hari Anak
Nasional 23 Juli 2017
Joko Widodo
Bertanggung Jawab atas Terenggutnya Kegembiraan Anak-Anak Indonesia.
Peringatan Hari Anak Nasional 2017 yang
diselenggarakan oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengambil tema
“Perlindungan Anak di mulai dari Keluarga; Saya Anak Indonesia Saya Gembira”
adalah tema yang sangat ironi dan harus dibenturkan dengan kenyataan objektif
rakyat. Bagaimana keluarga mampu memberikan perlindungan pada anak-anaknya di
saat kebijakan ekonomi, politik dan kebudayaan Jokowi tidak menjamin
kesejahteraan rakyat dan kedaulatan bangsa sebagai syarat perlindungan dapat
diberikan kepada anak-anak??
Bagaimana anak-anak bisa bergembira ditengah
kemiskinan, penderitaan dan tekanan ekonomi masih menjadi persoalan yang belum
bisa diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi hari ini??
Lebih dari 60 persen keluarga di Indonesia tinggal di
pedesaan dan pedalaman dengan kondisi yang miskin dan penuh keterbatasan.
Secara ekonomi tidak memiliki akses terhadap sumber penghidupan karena telah
terjadi perampasan dan monopoli penguasaan sumber daya alam oleh perusahaan
perusahaan besar milik negara imperialis dengan menggunakan pejabat negara
sebagai kaki tangan yang memuluskan jalan mereka menguasai sumber-sumber
ekonomi negara ini. Kondisi ini memaksa
banyak keluarga bekerja lebih keras dan menghabiskan waktu lebih lama untuk
bertahan hidup bahkan melakukan migrasi ke kota dan keluar negeri. Diperkotaan
para buruh dan pekerja di beri upah rendah disaat biaya kebutuhan hidup terus
merangkak naik. Orang tua di perkotaan terpaksa bekerja lembur untuk
mendapatkan tambahan pendapatan agar keluarga bisa bertahan hidup. Para orang
tua dengan berat hati dan terpaksa hanya memiliki sedikit waktu untuk bisa
bersama anak-anak bahkan meninggalkan anak-anak dalam waktu yang sangat lama. Pemerintahan
Jokowi tidak mampu menjawab persoalan ini dengan menyediakan tempat penitipan
anak yang gratis dan berkualitas serta mendapat perlindungan selama orang tua
bekerja.
Ketimpangan ekonomi yang terjadi dimana 2% dari
populasi penduduk di Indonesia menguasai sebagian besar kekayaan alam dan
ketidakmampuan negara membangun industri nasional akan mempengaruhi persoalan-pesoalan
lain yang muncul dan berdampak pada kondisi anak-anak di Indonesia. Keadaan ini
yang melanggengkan kemiskinan sehingga banyak orang tua tidak mampu memberikan
penghidupan yang layak bagi anak-anak. Sistem ekonomi, politik dan kebudayaan
yang sedang mendominasi saat ini menyebabkan sebagian besar keluarga-keluarga
di Indonesia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam pengasuhan anak, pemenuhan
gizi anak dan tidak memiliki kemampuan financial untuk memberikan pendidikan
dan kesehatan yang baik karena tingginya biaya layanan publik yang berkualitas
di negeri ini. Anak-anak menjadi korban
percobaan kurikulum pendidikan yang terus berubah setiap tahunnya tanpa arah
tujuan, membingungkan anak dan memberikan anak-anak beban pengajaran. Anak-anak
rentan menjadi korban kekerasan bahkan juga berpotensi menjadi pelaku kekerasan
karena tidak ada sistem perlindungan dari negara yang mampu menjamin tumbuh
kembang anak bisa berjalan optimal. Setiap tahun angka kekerasan terhadap anak
di Indonesia mencapai 3.700 dan rata-rata terjadi 15 kasus setiap harinya. Jumlah
anak yang menikah di usia dini tinggi, menjadi korban perdagangan orang, tidak
memiliki identitas sejak lahir, bahkan harus bekerja untuk mendapatkan uang
dengan kondisi kerja yang sangat buruk seperti di tempat tempat prostitusi,
perkebunan besar, jalanan dan di tempat-tempat yang tidak aman bagi anak. Jumlah
pekerja anak di indonesia berjumlah 2,3 juta anak menurut data yang dikumpulkan
ILO (International Labour Organization).
Keserakahan perusahaan-perusahan besar milik
negara-negara imperialis yang menguasai tanah, tambang, air dan seluruh sumber
kekayaan alam negeri selain menjadi penyebab utama kemiskinan juga menimbulkan
penderitaan karena exsploitasi yang dilakukan berdampak pada kerusakan ekologis
yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Jutaan anak telah terkontaminasi
asap akibat kebakaran lahan dan hutan
oleh perusahaan besar perkebunan bahkan sudah ada yang meninggal dunia
karenanya. Anak anak dalam kondisi rentan menjadi korban banjir, operasi
tambang, pencemaran, aktivitas geotermal, kekeringan dan dampak ekologis yang
lahir akibat kebijakan Jokowi yang mengabdi pada kepentingan Imperialisme
sehingga mengabaikan kedaulatan bangsa.
Di hari anak nasional Seruni (Serikat Perempuan Indonesia)
sebagai salah satu organisasi massa perempuan di Indonesia, pemilik rahim
kehidupan yang melahirkan tunas-tunas bangsa menyatakan sikap bahwa pemerintahan
Jokowi tidak mampu memberikan kegembiraan yang sebenar-benarnya bagi anak-anak
Indonesia, tidak mampu melakukan pemenuhan hak anak dan senyatanya adalah
pelaku utama kekerasan terhadap anak-anak Indonesia. Seruni Menuntut ;
1. Pemerintahan
Jokowi harus melakukan pemenuhan atas seluruh hak-hak anak yang melekat pada
diri anak Indonesia tanpa terkecuali.
2. Pemerintahan
Jokowi harus mampu memastikan kebijakan-kebijakan pemenuhan hak anak yang di
lahirkan harus bisa di implementasikan, tidak hanya sekedar aturan atau
kebijakan kosong yang tidak memberikan perubahan fundamental bagi nasib
anak-anak Indonesia.
Jakarta, 23 Juli 2017
Helda Khasmy
Ketua SERUNI
Posting Komentar