Serikat
Perempuan Indonesia (Seruni)
Pidato Dukungan Perjuangan Aliansi Gerakan Reforma
Agraria (AGRA) Dalam Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) 2017
Mendukung Perjuangan Kaum Tani Indonesia
Melawan Reforma Agraria Palsu Joko Widodo (Jokowi) dan Berjuang Bersama
Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Industri Nasional Serta Hentikan Kekerasan
dan Penindasan Terhadap Kaum Perempuan
Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) adalah organisasi massa kaum perempuan
progresif dan militan yang hadir di tengah situasi krisis imperialisme serta di
bawah dominasi dan penindasan Imperialisme dan cengkraman feodalisme di dalam
negeri. Indonesia di bawah sistem Setengah Jajahan dan Setengah Feodal telah
melahirkan tindasan dan penghisapan kaum perempuan yang berlipat. Sebagai
organisasi massa perempuan yang menyadari bahwa penindasan terhadap perempuan
merupakan penindasan yang luas dan berlipat, maka SERUNI tampil dengan membawa
suatu garis perjuangan yang bertujuan untuk membebaskan rakyat Indonesia dari
penghisapan imperialisme dan penindasan feodalisme sebagai jalan untuk meraih
kesejahteraan dan kesetaraan gender. Sebagai bagian dari organisasi
massa-rakyat demokratis nasional Seruni kembali menjadikan momentum Peringatan
Hari Tani Nasional yang ke 57 tahun ini untuk menyuarakan dan memperjuangkan
perbaikan nasib rakyat dan bangsa Indonesia. Mendukung Perjuangan Kaum Tani
Indonesia Melawan Reforma Agraria Palsu Joko Widodo (Jokowi) dan Berjuang
Bersama Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Industri Nasional Serta Hentikan
Kekerasan, Penindasan dan Penghisapan Terhadap Kaum Perempuan.
Peringatan
Hari Tani Nasional (HTN) yang ke 57 yang bertepatan dengan lahirnya UUPA
(Undang-Undang Pokok Agraria) 24 September 1960 merupakan produk kebijakan yang
lahir dari perjuangan panjang kaum tani untuk memperbaiki nasib dan memperoleh
keadilan. UUPA yang lahir memiliki arti penting untuk membatasi penguasaan
tanah di tangan segelintir orang agar kaum tani yang tidak memiliki tanah atau
memiliki tanah terbatas juga bisa mengakses tanah yang dikuasai perusahaan
besar dan negara. Namun sejak UUPA dikeluarkan negara tidak mampu
mengimplementasikan undang-undang tersebut dan kaum tani masih jauh dari
kehidupan yang sejahtera sejak rezim Soeharto sampai rezim Jokowi.
Selama 57
tahun hari tani diperingati, penghisapan terhadap kaum tani terus berlangsung
dengan bentuk sewa tanah yang tidak adil, peribaan, monopoli alat kerja dan
produk pertanian serta upah buruh tani yang rendah. Sewa tanah berasal dari
kerja buruh tani, tani miskin dan tani sedang bawah yang berlimpah di pedesaan,
di mana sebagian besar hasil kerja mereka dirampas dengan berbagai cara baik
dengan licik maupun kekerasan. Hal ini dapat berlangsung hanya karena tuan
tanah memonopoli tanah dan kapital untuk upah dan sedikit alat kerja sederhana,
sementara kaum tani tidak memiliki tanah atau tanahnya amat terbatas dengan
alat kerja yang sangat sederhana.
Upah buruh
tani yang selalu rendah merupakan bagian penghisapan feodalisme dalam menambah
keuntungan dari surplus produksi yang didapatkan tuan tanah. Masalah upah
rendah yang sering dihadapi buruh tani yakni tidak adanya standar upah minimum
oleh pemerintah, sistem pekerjaan yang tidak tetap menjadikan upah selalu
rendah, sistem feodal lama yang masih berlangsung menjadikan buruh tani hanya
mendapatkan pemberian seadanya dari tuan tanah seperti sekedar makan dan minum
saja. Pemerintah Jokowi hanya mampu menindas dan mengendalikan HARGA TENAGA
kaum buruh dan kaum tani, sementara harga kebutuhan pokok tidak stabil dan
terus melambung tinggi dibiarkan tetap berada di tangan kapitalis monopoli
Internasional dan tidak mampu berbuat apapun. Diskriminasi upah antara buruh tani laki-laki
dengan perempuan sering terjadi. Alasan yang sering digunakan tuan tanah adalah
perbedaan beban dan peranan kerja laki-laki yang lebih besar dari pada
perempuan dalam pembagian kerja. Kaum perempuan tani bisa hanya menerima upah
setengah dari yang diterima laki-laki. Kaum buruh perempuan dalam pabrik maupun Buruh Tani Harian
Lepas-Perempuan (BHL-Perempuan) dalam perkebunan bekerja dalam kondisi kerja
yang sangat beresiko dan diskriminasi upah. Pelecehan dan kekerasan seksual,
residu obatan-obatan pertanian kimia dan tingginya beban kerja masih terus
berlangsung. Fasilitas libur di saat menstruasi dan layanan penitipan anak
selama kerja masih menjadi impian perempuan pekerja perkebunan yang mustahil
akan dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan besar perkebunan.
Peringatan HTN tahun ini disambut dengan janji manis “Program
Reforma Agraria” Pemerintah Jokowi yang tidak menyelesaikan masalah kaum tani
dan suku bangsa minoritas yang tidak bertanah, bertanah terbatas, tidak
ber-modal dan menderita karena tidak stabil dan rendahnya harga komoditas
pertanian secara berkelanjutan. Reforma Agraria Pemerintah Jokowi hanya
bertujuan untuk meredam kemarahan rakyat yang menderita, dan memperbarui “citra
dan janjinya” agar terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia kedua kalinya
pada Pemilihan Umum (PEMILU) 2019. Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi, tidak
mengubah monopoli kepemilikan tanah, monopoli input dan output pertanian,
negara dan pemerintah tetap tidak mampu menangani harga komoditas, harga
komoditas dalam negeri masih sepenuhnya dikendalikan oleh imperialisme. Tanah
dan seluruh kekayaan alam tetap berada ditangan yang sama, negara dan para tuan
tanah besar yang menjadi pelaksana modal imperialis dalam perkebunan besarnya
di Indonesia. Reforma Agraria sejati yang tidak mampu di jalankan oleh
pemerintah Jokowi akan menghambat terbangunnya Industri Nasional berdiri di
negeri ini. Industri Nasional merupakan jawaban atas persoalan pengangguran,
stabilitas harga kebutuhan pokok, dan terutama jalan untuk mewujudkan
kemandirian dan kedaulatan bangsa.
Peringatan
HTN tahun ini tidak jauh berbeda dengan peringatan di tahun-tahun sebelumnya,
diwarnai berita tindak kekerasan yang dilakukan negara kepada rakyat sebagai
jawaban atas tuntutan rakyat yang bertahan di tanah nenek moyangnya. Duka masih
dirasakan masyarakat dusun Jurang Koak desa Bedibas Kabupaten Lombok Timur yang
di usir oleh Tanaman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) atas nama konservasi dan
kelestarian lingkungan. Dalam setiap tindakan fasis dan represif yang dilakukan
negara, perempuan dan anak pasti menjadi korban dan paling menderita. Kekerasan
yang dilakukan aparat keamanan berakibat cedera fisik dan trauma yang akan
membekas di diri anak-anak ketika orang tua mereka harus meninggalkan tanah
nenek moyang atau tanah yang sudah ditempati lama oleh keluarga mereka.
SERUNI di
seluruh Indonesia secara serentak menggunakan Momentum Hari Tani Nasional (HTN)
24 September 2017 untuk menyuarakan dan memperjuangkan nasib kaum buruh, kaum
tani, suku bangsa minoritas, pemuda dan perempuan tanpa kenal lelah secara
berkelanjutan hingga menang. Memberikan dukungan kepada perjuangan kaum tani di
seluruh Indonesia sebagai jawaban penyelesaian persoalan perempuan akibat
tindasan Imperialisme, Feodalisme dan Patriarkhi.
Selamat memperingati Hari Tani Nasional 2017
Hidup Perempuan
Hidup Rakyat!
Ketua
Nasional SERUNI
Helda
Khasmy
******
Posting Komentar