Kekerasan Terhadap
Perempuan Adalah Bentuk Paling Primitif Dan Barbar Untuk Memelihara
Belenggu-Merampas Kebebasan Kaum Perempuan Pekerja Demi Mempertahankan Dominasi
Imperialisme Dan Kekuasaan Sistem Lama Setengah Jajahan Dan Setengah Feodal Di Indonesia
Hari
International untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan (The International
Day for the Elimination of Violence against Women yang di peringati setiap
tanggal 25 November.
Perjuangan
tidak kenal rasa takut Mirabel Bersaudara Minerva, Maria dan Patria melawan
Pemerintahan Boneka Amerika, diktator fasis, Rafael Trujilo di Republik
Dominika mengingatkan dunia tentang penderitaan rakyat khususnya kaum perempuan
yang masih merajalela. Pembunuhan terhadap tiga perempuan bersaudara tersebut menegaskan
kenyataan bahwa dominasi imperialis di satu negeri melalui pemerintahan
bonekanya adalah biang dari kesengsaraan yang tidak berbelas kasihan dan
penindas utama atas perjuangan untuk melahirkan sistem baru yang lebih adil
bagi kaum perempuan, bagi rakyat dan sebuah bangsa. Pada tanggal 25 November
1960, kehilangan nyawa Minerva, Maria dan Patria telah membuka mata dunia atas
penindasan yang bisa terjadi pada perempuan mana pun, pada siapapun, di negeri
manapun, bila eksis kekuasaan pemerintahan boneka Amerika Serikat.
Dan
sekarang, kita hidup di abad 21, penghujung tahun 2018. Pembunuhan terhadap
perempuan, pemenjaraan, penculikan, pemerkosaan, pelecehan dan berbagai bentuk
diskriminasi masih tetap sama. Bahkan di beberapa negeri, terutama perang agresi
dan intervensi imperialis berlangsung; di negeri-negeri di mana pemerintahan
boneka imperialis Amerika Serikat berkuasa semakin memburuk dan belum
menunjukkan tanda-tanda bahwa semua kebrutalan dan ke-primitifan ini akan
berakhir.
Di
Syria, Iraq, Afganistan, Yaman, Mali, di mana perang agresi dan intervensi
Amerika Serikat tengah berlangsung, cerita penindasan dan penghisapan terhadap
perempuan membuat kita lupa bahwa sekarang kita telah hidup di abad 21. Tetapi
sebagaian besar populasi dunia termasuk kaum perempuan tetap hidup di dalam
sistem sisa Abad Pertengahan di mana kaum tani masih menjadi klas terbesar dan
hukuman badan masih menjadi praktek sangat luas. Saat ini dua belas aktivis
perempuan tengah menghadapi ancaman hukuman mati sejak Mei 2018 karena
memperjuangkan hak-hak demokratisnya di negeri sekutu utama Amerika Serikat di
Arab, Saudi Arabia. Negeri ini bahkan belum lama membunuh seorang wartawan di
gedung Konsulatnya sendiri di Turki, Kasshogi.
Masih
segar dalam ingatan kita, Pemerintah Republik Indonesia tidak berdaya
menyelamatkan Tuti Tursilawati dari hukuman mati oleh pengadilan Saudi Arabia.
Ia terpaksa melakukan pembunuhan demi melawan pelecehan seksual berkelanjutan
dan puncaknya pemerkosaan atas dirinya. Di negeri tersebut, pengadilan
mengabaikan pelecehan seksual dan pemerkosaan atas Tuti dan memilih
mengadilinya sebagai pembunuh. Nasib tuti sama dengan diperkosa dan setelahnya
dibunuh. Dan pemerintah hanya bisa protes masalah notifikasi hukuman mati dan
menjelaskan telah melakukan berbagai upaya hukum dan pendampingan, dan gagal !
Masih
ada nama Eti binti Toyib, Siti Zainab asal Madura, Karni binti Medi Tarsim,
Yanti Iriyanti, Ruyati yang harus meregang nyawa karena terpaksa menjadi TKI di
luar negeri. Data Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa terdapat 142 warga
Indonesia yang terancam hukuman mati di seluruh dunia. Dari jumlah itu,
sebanyak 23 orang berada di Arab Saudi. Sementara di Hongkong,dari sekitar 300
kasus penganiayaan fisik dan seksual yang di alami TKI setiap tahun, 50% di
antaranya menimpa tenaga kerja Indonesia.
Berapa
banyak kaum perempuan yang meregang nyawa di tangan suaminya sendiri, bahkan
juga anaknya ikut serta ? Berapa banyak yang harus meregang nyawa di tangan
pemerkosanya ? Berapa banyak yang harus diam dan hanya gemetar menahan amarah
mengalami pelecehan seksual, bahkan pada saat penangkapan dan pemeriksaan oleh
aparat ? Berapa banyak yang pada akhirnya memutuskan bunuh diri karena tidak
menemukan jalan untuk berlawan dan bergerak maju ?
Hingga
tahun 2018 potret kesengsaraan kaum perempuan di bawah dominasi Imperialisme
sangat memperihatinkan :
1.
Perempuan memikul dua per tiga beban pekerjaan
di dunia akan tetapi hanya memperoleh 10% pendapatan dan menguasai 1% alat
produksi.
2.
116 juta perempuan usia 15-24 tahun di negara berkembang
tidak tamat sekolah. Dua per tiga dari 774 juta orang buta huruf adalah perempuan.
3.
Perempuan di bayar lebih rendah daripada laki-laki
untuk pekerjaan yang sama bahkan perempuan di Amerika Serikat hanya mendapatkan
U.S 81 sen dollar, pada saat yang sama laki-laki
mendapatkan U.S 1 dollar. Di Asia dan Afrika perempuan rata-rata 60 persen ketimpangan
upah.
4.
70 % dari populasi miskin dunia adalah perempuan
5.
Perempuan dan anak adalah pengungsi dan korban perang
terbesar
6.
Lebih dari 64 juta anak perempuan menikah bawah umur.
7.
Satu dari lima gadis di bawah umur 18 tahun melahirkan
di negeri berkembang dan menyebabkan 70 ribu kematian karena melahirkan.
8.
35% perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
9.
Perempuan hanya 20 % dalam parlemen seluruh dunia,
itu pun dari perempuan kelas penindas
10.
Perempuan menjadi korban penjualan manusia terbesar
untuk seks dan pekerjaan yang tidak dibayar.
Di
Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, prevalensi kekerasan terhadap anak-anak
33% dan kekerasan terhadap perempuan 30%. Sementara kekerasan seksual terhadap anak
laki-laki 8% dan prevalensi kekerasan seksual terhadap anak perempuan 3,6%. Bila
anak Indonesia berjumlah 83 juta maka ada 600 ribu hingga 800 ribu kekerasan seksual
terhadap anak.
Secara
mikro jumlah kekerasan ini terus mengalami peningkatan di banyak kota dan kabupaten.
Termasuk kekerasan sangat ektrem dilakukan oleh orang tua sendiri, pasangan sendiri,
hingga mengakibatkan kematian.
Kekerasan
dalam rumah tangga semakin merajalela. Persoalan yang muncul karena ekonomi,
tersinggung, cemburu, menolak cerai, menolak diajak hubungan seksual adalah alasan
umum yang disampaikan dalam pemberitaan. Menurut Komnas Perempuan ada 259 ribu laporan
kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2017. 305 Ibu Indonesia yang
meninggal setiap 100.000 kelahiran bayi. Dari 5 juta kelahiran pertahun di
Indonesia dengan pertumbuhan penduduk 2%, maka masih ada sekurang-kurangnya
13.500 ibu meninggal dunia setiap tahun.
Bagi
seorang buruh harian lepas perempuan di perkebunan besar kelapa sawit, seperti
di Siak, Riau. Diskriminasi upah, ancaman kesehatan reproduksi dan pelecehan seksual
adalah cerita sehari-hari. Bila buruh tani perempuan mengajukan cuti haid pada mandor,
Selangkangannya disenteri dan kemaluannya diraba, demikian kesaksian buruh
perempuan di salah-satu Perkebunan Besar Sawit.
Kondisi
di atas adalah ironi. Pada saat imperialis Amerika Serikat memimpin seluruh
dunia mengklaim dirinya sebagai inisiator dari usaha melahirkan “kepemimpinan
atas perempuan” melalui kuota 30%. Ironi pada saat mulai banyak Presiden dan
Perdana Menteri Perempuan, Anggota Parlemen Perempuan dan seperti klaim Bank
Dunia penggerak industri kreatif adalah kaum perempuan !
Keadaan
mayoritas perempuan Indonesia adalah ironi pada saat negara membanggakan Sri
Mulyani, Susi Pujiastuti, Hartati Mudaya Poo, bahkan Megawati dan Grace
Natalie. Kenapa hal ini terbelangsung, karena banyak kaum perempuan di seluruh
dunia dan di Indonesia bukanlah representasi dari kaum perempuan pekerja dan
rakyat, mereka mewakili kepentingan perempuan dari klas yang berkuasa bahkan
kepentingan imperialis dan klas-klas yang
mejadi kaki tangannya di Indonesia. Perempuan “elit” yang menjadi
representasi nominal semacam itulah yang sekarang sedang dilahirkan melalui
proyek SDGs, sebelumnya MDGs. Kelahiran perempuan semacam itulah yang sekarang
sedang dilakukan melalui persyaratan nominal “Perspektif Gender” dalam setiap
proyek pembangunan di seluruh dunia bahkan dalam proyek reformasi Angkatan Bersenjata.
Seluruh
kebijakan dan program perempuan imperialis Amerika Serikat dan negara bonekanya
di seluruh dunia tidak bertujuan untuk membebaskan kaum perempuan, tetapi
membelenggu kaum perempuan dalam sistem yang sama bahkan memobilisasi kaum
perempuan untuk mempertahankan sistem yang menindas dan menghisap kaum
perempuan. Sistem yang terus melestarikan kekerasan primitif dan barbar
terhadap perempuan dan tidak bisa berbuat banyak untuk menghapuskannya.
Mengenang
perjuangan Minerva, Maria dan Patrisia adalah mengenang kekerasan yang sangat
menjijikkan terhadap kaum perempuan dan tidak layak diterima dan dilakukan oleh
makhluk sosial bernama manusia yang masih berlangsung hingga sekarang. Selama
imperialisme masih berdominasi di seluruh dunia, selama pemerintahan bonekanya
masih berkuasa di banyak negeri, selama itu pula krisis dan ketimpangan klas
serta diskriminasi atas perempuan pekerja, dan penindasan patriarkal kaum
laki-laki tetap dilestarikan dan bahkan digunakan untuk mempertahankan sistem.
Mengenang
dan meneruskan perjuangan Minerva, Maria dan Patrisia dalam konteks Indonesia
berarti mengakhiri sistem setengah jajahan dan setengah feodal dengan
melancarkan perjuangan tidak kenal lelah mewujudkan Land Reform Sejati yang
akan dapat menyelamatkan jutaan kaum perempuan di pedesaan dari berbagai bentuk
penindasan lama, feodal dan setengah feodal. Dan juga mempromosikan tiada henti
industri nasional yang bisa memperbaiki nasib buruh perempuan dan seluruh kaum
perempuan di perkotaan, tua dan muda. Hanya Land Reform Sejati dan Industri
Nasional yang dapat menghentikan kekerasan akut di Indonesia hingga kekerasan
dalam keluarga yang berakar pada krisis dan ketimpangan ekonomi-produksi yang
mustahil tertangani oleh imperialis dan pemerintahan boneka yang berkuasa.
Tentang
seluruh bentuk kekerasan terhadap perempuan, perkuat kekuatan kaum perempuan
dan bersatulah hingga tidak terpisahkan dengan kekuatan rakyat Demokratis
Nasional; Raihlah kemenangan kecil atas hak-hak demokratis agar tetap bisa
mempertahankan hidup dan teruslah berjuang hingga dapat meraih perubahan
fundamental.
Kalahkan
pemerintahan boneka dalam pemilihan umum 2018 dan bersiaplah menyongsong
siapapun pemerintahan boneka imperialis yang baru demi pembebasan perempuan dan
rakyat yang sesungguhnya dari berbagai bentuk kekerasan yang lahir dari
krisis-ketimpangan yang diciptakan oleh sistem setengah jajahan dan setengah
feodal.
Hidup
Perempuan Pekerja-Buruh dan Tani
Hidup
Perempuan Profesional dan Intelektual, para pedagang kecil dan pekerja seni
Hidup
perempuan yang bekerja sebagai tenaga rendahan di pemerintah pusat, daerah dan
BUMN…
Hidup
Rakyat Indonesia dan Perjuangan Demokratis Nasional
Jalankan
Land Reform Sejati Dan Industri Nasional : Hancurkan Imperialisme, Feodalisme
dan Kapitalis Birokrat !
Jayalah
SERUNI !!!
Hormat kami,
Helda Khasmy
Ketua Komite
Eksekutif Nasional
Posting Komentar