Lagi-lagi BPJS kesehatan kembali merugikan rakyat Indonesia!!
Kali
ini buruh PT. Sulindafin Tangerang, ibarat jatuh tertimpa tangga. Pasalnya,
pada tanggal 28 Nopember 2019 yang lalu, manajemen PT. Sulindafin mengumumkan
untuk menghentikan produksi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, dengan
demikian telah melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) secara sepihak dengan
memberi kompensasi sebesar 70% dari 1 kali ketentuan sesuai UUK (Undang-undang
ketenagakerjaan). Tentu hal tersebut sangat merugikan kaum buruh, utamanya yang
telah bekerja selama 30 hingga 38 tahun di perusahaan tersebut.
Kemudian dengan arogan dan semena-mena kepesertaan BPJS
Kesehatan dinonaktifkan oleh pihak Managemen PT. Sulindafin per tanggal 1
Desember 2019 dengan alasan sudah tidak mampu lagi membayarkan iurannya
terhitung dari pengumuman “stop produksi” dari pihak perusahaan nomor
22/Dir/Hrd/Sldf/XI/2019. Padahal sesuai aturan Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ) yang menyatakan:
Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6
(enam) bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja (red:
PHK). Dalam hal ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah 6 (enam) bulan
belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah.
Peserta mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayarkan oleh
pemerintah. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan Pasal 27 ayat (1) menyatakan:
Peserta
Pekerja Penerima Upah (PPU) yang mengalami PHK, tetap memperoleh hak manfaat
Jaminan Kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK, tanpa membayar
iuran. Dengan kata lain, perusahaan tetap mempunyai kewajiban untuk membayar
iuran BPJS Kesehatan pekerjanya yang di PHK selama paling lama 6 bulan ke
depan. Kemudian perhitungan jangka waktu tersebut terhitung sejak PHK
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni Pasal 151 ayat (3)
UUK sebagai berikut:
Dalam
hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan
pekerja/buruh setelah memperolah penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Dalam
kaitannya dengan kepesertaan BPJS Kesehatan, PHK dapat dikatakan “sah” apabila
memenuhi kriteria sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 27 ayat (2) dan
ayat (3) Perpres Jaminan Kesehatan, yaitu:
PHK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:
PHK
yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan
putusan/akta pengadilan hubungan industrial;
PHK
karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta Notaris;
PHK
karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan
kepailitan dari pengadilan; atau
PHK
karena Pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja,
dibuktikan dengan surat dokter.
Dalam
hal terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, baik Pemberi Kerja maupun Pekerja harus tetap
melaksanakan kewajiban membayar iuran sampai dengan adanya putusan yang
berkekuatan hukum tetap sesuai Perpres nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, karyawan atau buruh yang mengundurkan diri atau mengalami PHK
seharusnya mereka tetap memperoleh manfaat dari jaminan kesehatan, yaitu paling
lama 6 bulan sejak di-PHK tanpa membayar iuran.
Namun
peraturan hanyalah indah diatas kertas. Kenyataannya, buruh PT. Sulindafin
sudah tidak dapat lagi memanfaatkan kepesertaan BPJS kesehatan tersebut, bahkan
sebelum ada keputusan apapun sesuai peraturan yang berlaku.
Sejak
pertama kali dibentuk pada akhir Desember 2013 (dibawah peraturan SJSN),
lembaga ini memang menuai banyak kontroversi. Dimana menghapuskan peran Negara
memberi layanan sosial dalam hal ini kesehatan dengan mengutip biaya kesehatan
kepada rakyat. Layanan sosial yang seharusnya disediakan oleh pemerintah tidak
lagi bisa dinikmati secara gratis. Meski 7 (tujuh) tahun berselang, bukan
menunjukkan perbaikan, justru sebaliknya BPJS semakin terpuruk karena lagi-lagi
hanya dimanfaatkan oleh Negara untuk menggalang dana publik. Berbanding
terbalik dengan pelayanannya yang semakin menurun dari tahun ke tahun sebab
terus saja memangkas hak pesertanya.
Tak
ubahnya asuransi swasta yang mencari keuntungan, pemerintah terus menaikkan
iuran BPJS kesehatan. Per 1 januari 2020 ini bahkan iuran kelas 1 (satu), 2
(dua), dan 3 (tiga) tak tanggung-tanggung mengalami kenaikan hingga 100%,
sementara upah buruh hanya naik sekitar 8,5% saja. Sudah pasti diikuti kenaikan
harga bahan pokok dan TDL (tariff dasar listrik), sehingga kenaikan upah
tersebut tidaklah berarti apa-apa!!
Hingga
berita ini diturunkan, sudah 2 (dua) orang korban meninggal akibat arogansi
BPJS kesehatan menjalankan perannya sebagai sebuah lembaga. Akibat dicabutnya
kepesertaan BPJS Kesehatan, buruh PT. Sulindafin kesulitan untuk berobat karena
harus melakukan pembayaran secara mandiri. Adalah Siti Sumiyati, istri dari
Taufiqurohman (buruh PT. Sulindafin bagian Texturizing) yang meninggal pada 2 Januari
lalu akibat sakit komplikasi yang dideritanya hingga harus masuk ke ICU
(Intensive Care Unit). Taufiq harus menjaminkan STNK (Surat Tanda Kendaraan
Bermotor) motornya ke RS (Rumah Sakit) demi bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Begitu
pun halnya dengan Retno Wulandari, istri dari Bangun Nugroho (buruh PT.
Sulindafin bagian QA/Laborat). Setelah melahirkan secara caesar sekitar 2 bulan
yang lalu, bayi yang dilahirkan Retno harus masuk incubator karena lahir
premature. Belum genap 1 bulan usia sang bayi, kondisi kesehatan Retno yang
sudah drop karena syndrome babyblues yang menyerangnya semakin parah setelah
mendengar suami tercinta menjadi salah satu buruh korban PHK ilegal PT.
Sulindafin Kota Tangerang. Retno pun harus dirawat di RS selama 10 hari sebelum
akhirnya meninggal pada hari minggu, 12 Januari 2020. Ditambah lagi anaknya
harus kembali masuk NICU pada selasa, 14 Januari karena harus mendapat
transfusi darah setiap waktu. Entah biaya darimana yang akan digunakan untuk
pembayaran nanti. Sungguh menyedihkan!!
Belum
lagi deretan kasus korban PHK illegal yang dilakukan oleh PT. Sulindafin
dibawah ini atas nama:
1.
Yayan Sopian (bagian QA/Laborat): istrinya harus melakukan proses kemotherapy
rutin karena sakit kanker usus yang dideritanya.
2.
Maman Suyatman (bagian Texturizing): mengalami kecelakaan pasca melaksanakan tugas
piket di Posko Perjuangan hingga mengalami patah tulang di bagian bahu sebelah
kanan. Pada akhirnya Maman harus berobat ke alternatif karena terganjal
dinonaktifkannya iuran BPJS.
3. Surya Alamsyah (bagian Polymer):
harus berobat rutin akibat sakit Diabetes kering yang dideritanya.
4. Ning Mujiati (bagian QC
Texturizing): menderita sakit Diabetes dan harus kontrol rutin.
Dari
sekian kasus yang dialami para buruh akibat dari dinonaktifkannya iuran BPJS
Kesehatan ini, mereka mengalami beban yang sangat berat. Mereka harus
menanggung sendiri biaya pengobatan, bahkan sampai harus meminjam uang demi
untuk mendapatkan pengobatan yang sudah seharusnya mereka dapatkan. Namun
ketika buruh PT. Sulindafin berdialog dengan BPJS Kesehatan Kota Tangerang
untuk mencari solusi, pihak BPJS Kesehatan justru menyarankan kepada para buruh
untuk beralih menjadi peserta BPJS Mandiri. Sungguh tidak punya hati!! Buruh
yang baru saja di-PHK tentu saja sudah tidak lagi menerima upah, malah disuruh
beralih menjadi peserta mandiri. Evaluasi besar bagi lembaga ini jika masih
melakukan praktek illegal dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Oleh
karena itu SERUNI sebagai organisasi massa perempuan, yang menghimpun perempuan
dari seluruh sektor termasuk klas buruh, terus mendukung perjuangan kawan-kawan
buruh PT. Sulindafin, kota Tangerang agar mendapatkan haknya sesuai
undang-undang. Agar kawan-kawan terus bersemangat dan tidak goyah oleh bujuk
rayu pengusaha yang berusaha memangkas hak buruh PT. Sulindafin kota Tangerang.
Serta menuntut kepada lembaga BPJS Kesehatan untuk kembali mengaktifkan
kepesertaan buruh PT. Sulindafin hingga keluar putusan dari pihak yang
berwenang!
Hidup
Buruh!!
Jayalah
Perjuangan Massa!!
Posting Komentar