Jakarta,
1 Mei 2020
Imperialis terus
berusaha keluar dari krisis kronisnya ditengah wabah virus corona. Meskipun
terjadi penurunan produksi dalam industri manufaktur, namun esensinya krisis
overproduksi tetap terjadi. Imperialis terus berupaya menancapkan dominasi
melipatgandakan kapital dengan cara ekspor kapital ke negeri-negeri kapitalis
lemah atau negeri jajahan dan setengah jajahan dalam bentuk bantuan, hutang dan
investasi. Persis seperti yang terjadi saat ini, ditengah wabah COVID-19 Joko
Widodo sebagai boneka kesayangan AS masih terus menjalankan proyek-proyek infrastruktur
dan World Bank memberikan keringanan hutang dalam jumlah yang besar.
Untuk memastikan
kelancaran ekspansi kapital, AS meredam perlawanan dari klas buruh di dalam
negerinya dan berusaha meredam kemenangan oposisi dalam negeri yang juga ingin
berkuasa. Persaingan antar negera imperialis semakin tajam dan AS mengancam
semua negeri yang berusaha menghambat pergerakan kapitalnya. Melecehkan china
agar tidak mendapat prestis dunia dengan menuding laboratorium Wuhan sebagai
penyebar virus corona. AS juga mengancam mencabut sokongan dana untuk WHO
(world health organization) karena menganggap bantuan itu lebih banyak digunakan
oleh negara-negara yang menentang AS. Dalam situasi sulit seperti saat ini kebebasan
rakyat dunia dihalangi, sementara kapital imperialis terus bebas bergerak.
Cara negeri Imperialis
menangani wabah membuktikan adanya krisis kebudayaan dimana terjadi stagnasi
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahan obat-obatan yang mereka usulkan tidak
mampu mengobati penyakit dampak virus corona. Sudah menjadi watak imperialis,
mereka tidak akan memproduksi sesuatu jika tidak mendapatkan keuntungan
meskipun itu sangat dibutuhkan umat manusia.
Di dalam negeri, pemerintahan
Jokowi ambil bagian penting untuk memastikan Kapital Imperialis tidak “membusuk”
dengan menerbitkan surat hutang dan obligasi untuk bisa mempertahankan aktivitas
ekonomi guna memelihara pasar dan keadaan keamanan, meskipun tidak ada pasar
karena daya beli rakyat menurun. Keadaan demikian diciptakan untuk memperlancar
pergerakan kapital, ada transaksi dan pergerakan ekonomi meski ditengah wabah
virus corona.
Perputaran kapital imperialis
yang sangat besar di dalam negeri, tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi
rakyat. Lapangan pekerjaan tidak tersedia dan jumlah pengangguran terus
meningkat. Jumlah angkatan kerja Indonesia 133,94 juta jiwa dengan jumlah pengangguran
sebesar 6,87 juta jiwa atau sekitar 5,1 persen dari jumlah angkatan kerja. Sementara
angka partisipasi kerja perempuan sebesar 54% dari jumlah perempuan di usia
produktif. Banyak rakyat yang tidak mendapatkan pekerjaan untuk mencukupi
kebutuhan hidup dan sebagian besar rakyat yang menganggur adalah perempuan. Sementara
rakyat yang bekerja atau menjadi buruh terus mengalami kemerosotan hidup.
Ditengah wabah virus
corona yang mematikan ini, kebijakan pemerintah memberlakukan social distancing
berkembang menjadi physical distancing dan kini menjadi PSBB (pembatasan sosial
berskala besar) untuk semua rakyat, kecuali klas buruh yang masih harus
berproduksi di pabrik-pabrik guna menyelesaikan target pekerjaannya tanpa
perlindungan kesehatan yang memadai. Sebagian klas buruh yang terpaksa
dirumahkan selama 14 hari harus menerima kenyataan upahnya dipangkas hingga
50%. Belum lagi ancaman PHK yang semakin meluas akibat penyebaran virus corona
ini. Sebagai pemerintahan boneka, rezim
Jokowi terus berusaha melayani imperialis dengan membuat kebijakan-kebijakan
memudahkan masuknya investasi dan jaminan tenaga kerja melimpah dengan upah
murah. Undang-undang Omnibus Law yang secara luas ditolak oleh klas buruh dan
seluruh rakyat Indonesia pun masih terus dibahas dan dikejar pengesahannya.
Respon pemerintah atas
wabah dengan memberlakuan PSBB menunjukkan ketidakbecusannya. Hal ini juga
bukan hanya berdampak secara ekonomi bagi rakyat, tetapi juga berakibat pada
kesehatan fisik dan mental sebab manusia sebagai makhluk sosial
dibatasi/diisolasi kebebasannya.
Satu-satunya hal yang
bisa dilakukan pemerintah adalah menyerukan kepada rakyat untuk isolasi diri,
rajin menuci tangan, dan memakai masker saat keluar rumah, serta jangan lupa
berdoa. Seolah-olah semua hal tersebut berguna untuk mengatasi wabah COVID-19
ini. Pemerintah terlihat mampu mengatasi wabah karena sokongan dan support dari
imperialis. Padahal ia bergantung pada hutang sehingga tampak lama sekali
mengambil keputusan terkait COVID. Bahkan bank dunia secara langsung meminta
kepada Jokowi untuk pakai saja dana desa guna keperluan bantuan langsung tunai
semasa corona dan bisa diganti kapan saja. Bantuan langsung tunai yang hanya
sesaat hakikatnya adalah pelepasan tanggung jawab negara untuk memberikan kepastian
jaminan hidup bagi rakyatnya.
Peringatan Mayday 2020,
memberi arti penting bagi Seruni sebagai organisasi perempuan yang memiliki
karakter demokratis nasional untuk terus memperluas organisasi dan melahirkan
pimpinan serta anggota yang militant tanpa kenal lelah berjuang untuk pemenuhan
hak demokratis rakyat dan perempuan meski dalam situasi terbatas sekalipun. Untuk
itu SERUNI menuntut:
1.
Liburkan Buruh dan
berikan jaminan atas upah dan hak-hak buruh tetap dibayarkan.
2.
Hentikan PHK dan
Pemotongan upah
3.
Berikan jaminan
keamanan, kesehatan dan pendidikan serta jaminan hidup bagi rakyat.
4.
Berikan jaminan
fasilitas dan pelayanan kesehatan gratis hingga ke perdesaan, kampung, kawasan
pemukiman, pabrik serta seluruh area dimana sudah ditemukan penyebaran
Covid-19.
5.
Berikan jaminan
ketersediaan pangan yang bergizi bagi rakyat dengan harga yang murah.
6.
Berikan insentif dan
tunjangan kepada dokter, perawat serta tenaga medis lainnya dalam memerangi
penyebaran Covid-19.
7.
Batalkan Omnibus Law
RUU Cipta Kerja.
8.
Laksanakan reforma
agraria sejati dan pembangunan industry nasional yang mandiri dan berdaulat
sebagai syarat terciptanya kedaulatan pangan yang bergizi bagi rakyat dan kemajuan
industry untuk mengatasi berbagai penyakit, termasuk virus.
9.
Hapuskan sekolah
online yang membebani perempuan dan anak!
Peringatan hari buruh
internasional adalah momentum perjuangan seluruh rakyat tertindas dan terhisap
di Indonesia. Oleh karena itu, pada peringatan Mayday 2020, Serikat Perempuan
Indonesia (SERUNI) menyerukan kepada seluruh kaum perempuan dan rakyat Indonesia
agar terus memperkuat dan memperluas persatuan antar sesama rakyat tertindas
dan terhisap melawan kebijakan fasis dan anti rakyat rezim boneka AS, Jokowi –
Ma’ruf Amin dan bahu membahu saling bantu mengatasi masalah rakyat ditengah
wabah virus corona.
Serikat
Perempuan Indonesia (SERUNI)
Helda Khasmy
Ketua umum
Triana Kurnia Wardani
Sekjend
Posting Komentar