“Kaum perempuan Indonesia bangkitlah
dengan kesadaran baru, Perkuat solidaritas sesama perempuan dan seluruh rakyat
yang senasib, Mari berjuang bersama meringankan beban hidup dan menghapuskan
segala bentuk penindasan dan penghisapan selamanya”
Hari Perempuan Internasional 8 Maret tahun ini
diperingati dalam situasi krisis kronis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sudah dua tahun Pandemi Covid-19 menggerogoti daya hidup rakyat tertindas dan
terhisap Indonesia dan dunia. Kebijakan kapitalis monopoli internasional dan
para kompradornya di seluruh dunia dalam menangani Pandemi Covid-19 sangat
tendensius. Tidak saja mengutamakan penyelamatan klas dan sistemnya semata,
tetapi dengan tidak tahu malu mengambil keuntungan sebesar-sebesarnya dengan
bisnis skala besar alat kesehatan dan vaksin, termasuk mengambil keuntungan
sangat besar dari surplus asuransi kesehatan yang hampir saja mengalami
kebangkrutan serentak di seluruh dunia. Dalam waktu bersamaan kaum perempuan
dan anak-anak, rakyat tertindas dan terhisap menjadi korban dari berbagai jenis
bencana alam yang mematikan karena degradasi lingkungan hidup parah dan korban
dari perang agresi dan intervensi serta operasi kontra-insurjensi imperialis
yang berkelanjutan.
Peringatan Hari Perempuan Internasional 8 Maret
2021 menjadi momentum berharga bagi kaum kaum perempuan dan seluruh rakyat
tertindas dan terhisap Indonesia dan seluruh dunia untuk bangkit dengan
kesadaran baru bahwa dominasi imperialisme atas seluruh dunia dan sistem
setengah jajahan setengah feodal di Indonesia telah menciptakan kesenjangan
antar klas, kesenjangan antar jenis kelamin, kesenjangan tajam antar bangsa dan
negeri dalam segala hal, perpecahan karena ras dan agama serta suku bangsa.
Segala bentuk jalan politik dilakukan untuk menjaga kekuasaan monopoli atas
tenaga produktif. Karena itu, bagaimana pun, imperialisme dan sistem
peliharaannya di Indonesia Setengah Jajahan dan Setengah Feodal harus dihancurkan
dan membuka jalan bagi Sistem Demokrasi Rakyat.
Di Indonesia, kekangan dan berbagai tindasan atas
kaum perempuan dari klas buruh dan kaum tani serta intelektual dan profesional
perkotaan tidak saja menghambat dan merusak tenaga produktif terbesar bangsa
ini. Kekangan terhadap perempuan telah menjadi senjata bagi para borjuasi besar
komprador dan tuan tanah besar di Indonesia untuk mempertahankan kekuasaan tetap
di tangannya. Karena itu tidak mengherankan apabila kaum perempuan hingga
sekarang tetap menghadapi tindasan negara dan klas, dibelenggu dalam sistem
kekuasaan patriarki kaum laki-laki.
Tuntutan kaum perempuan bukan semata-mata
kesetaraan dengan kaum laki-laki, tetapi kebebasan dan kemajuan ekonomi,
politik dan kebudayaan bagi dirinya, bagi bangsanya dan seluruh rakyat
tertindas dan terhisap. Perempuan Indonesia tidak ingin setara dalam kemiskinan
dengan kaum laki-laki, tidak ingin sama-sama terbelenggu dengan kaum laki-laki
dalam kekuasaan para penghisap dan penindas, tidak ingin sama-sama hidup dalam
kebudayaan dekaden dengan kaum laki-laki sebagaimana situasi saat ini. Sejarah
telah menunjukkan bahwa kebebasan dan kemajuan tidak pernah menjadi milik
bangsa dan masyarakat yang menindas dan menghisap kaum perempuannya, memelihara
diskriminasi dan membiarkan berbagai bentuk kejahatan terhadap perempuan
berlangsung.
Kejahatan terhadap perempuan akan terus terjadi
selama sistem kepemilikan perseorangan atas alat produksi dan kesenjangan klas dipertahankan.
Kejahatan terhadap kaum perempuan yang masih berlangsung saat ini adalah
warisan zaman kepemilikan budak yang mempromosikan sistem patriarkal pertama
kalinya. Sejak Convention On elemination
of All Forms of Discrimination Against women (CEDAW) 1979, Declaration On the Elimination of Violence
Against Women tahun 1993, kejahatan terhadap kaum perempuan terus
meningkat. Sistem setengah kolonial dan setengah feodal sebagaimana imperialisme
adalah sistem yang sangat patriarkal. Mereka menentang penjualan manusia dan
perempuan secara ilegal dan membangun sistem agar dapat menjual manusia dan
kaum perempuan secara legal.
Pada tahun 1994 berkat Senator Joe Biden, bekas
wakil presiden dan sekarang Presiden Amerika Serikat menjadi promotor Undang-Undang
Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Violence Against Women Act) sehingga Amerika
Serikat memiliki undang-undang anti kekerasan terhadap perempuan pertama
kalinya dan terus dire-otorisasi. Pada tahun 2018, Riset Thomson Reuters Foundation, Amerika Serikat menjadi satu-satunya
negara industri kapitalis dalam daftar 10 besar tingkat kejahatan terhadap
perempuan dan menjadi negara ke-10 negara paling tidak aman bagi kaum
perempuan. Sementara India, yang dianggap sebagai negara demokrasi no.1 di dunia
adalah peringkat SATU-nya! Pada tahun 2020 kejahatan terhadap kaum perempuan Di
Amerika Serikat terjadi setiap 98 detik sekali, 200.000 anak laki-laki kepanduan
dilecehkan secara massal, 230 ribu rakyat sipil biasa dan 60.000 militer setiap
tahunnya!
Di Indonesia, berita kekerasan, perkosaan,
pelecehan, berbagai bentuk diskriminasi masih berlangsung setiap hari dan
hampir saja menjadi kejadian biasa. Berbagai kejahatan ekstrem terhadap
perempuan adalah cerminan tidak terbantahkan dari krisis ekonomi-politik kronis
sistem setengah jajahan dan setengah feodal. Perkosaan oleh bapak kandung,
bapak tiri, kakak kandung, kakak tiri, paman, teman sekolah hingga hamil dan
melahirkan. Di dalam pabrik, buruh diperkosa pengusaha dan mandor, keguguran
dan mendapatkan pelecehan seksual dari teman sekerja. Di perkebunan besar
sawit, saat lamaran kerja saja, syaratnya siap dilecehkan! Di kampus-kampus
kasus perkosaan tidak terhitung lagi banyaknya. Dan tidak pernah dalam sejarah
republik ini, ada regulasi yang terbukti efektif melindungi perempuan-anak dan
menghapuskan kekerasan terhadap perempuan-anak selamanya.
Perjuangan bagi kaum perempuan untuk membebaskan
dirinya dari berbagai bentuk kejahatan ekstrem di Indonesia sangat berat, akan
tetapi harus dilakukan, sebagai syarat pembebasan dan kemajuan tenaga produktif
di Indonesia. Syarat bagi Indonesia yang demokratis. Perjuangan bagi kaum
perempuan tidak terpisahkan, bahkan menjadi program dan tuntutan khusus
perjuangan pembebasan bangsa dan rakyat tertindas-terhisap di Indonesia.
Karena itu melalui momentum Hari Perempuan
Internasional 8 Maret 2021 ini, kami Front Perjuangan Rakyat (FPR) persatuan
organisasi massa demokratis nasional di Indonesia mengajukan tuntutan sebagai
berikut:
1.
Menuntut
tanggung jawab ekonomi, politik dan kebudayaan yang sungguh-sungguh, nyata dan
merata dari negara terhadap kaum perempuan dan anak-anak yang tidak berpunya
dan tidak mampu selama penanganan Covid-19 dan bencana alam.
2.
Menuntut
perlakuan dan tindakan kesehatan yang sama dan tidak diskriminatif, mudah dan
murah bagi perempuan dan anak-anak selama Covid-19.
3.
Menuntut
Pencabutan Undang-Undang Omnibus-Law Cipta Kerja dan peraturan turunannya yang
memperdalam dan memperluas penghisapan atas perempuan buruh dan perempuan tani.
4.
Menuntut
perbaikan harga komoditas kaum tani, upah klas buruh dan buruh tani
5.
Menuntut
Penghentian semua ekspor dan impor yang merugikan kepentingan tani dan buruh
dan menghambat pembangunan industri yang berbasis pada kemampuan sendiri.
6.
Menuntut
penghentian semua Program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) yang
tetap memelihara kepemilikan besar monopoli atas tanah yang timpang dengan
kepemilikan kecil kaum tani dan kesenjangan kemampuan berproduksi di pedesaan,
termasuk penghentian pemberian sertifikat yang bertujuan untuk membatasi
kepemilikan kaum tani atas tanah dan memberikan kepastian hukum dan ekspansi
tanah untuk tuan tanah besar dan investasi asing.
7.
Menuntut
perlindungan negara yang sungguh-sungguh dan nyata terhadap perempuan dan
anak-anak dari berbagai bentuk kejahatan ekstrim dan kejahatan seksual.
8.
Menuntut
kebebasan intelektual, berpendapat, berorganisasi, mengkritik dan hak bagi
rakyat untuk berjuang memperbaiki dan merombak keadaan hidup secara
fundamental.
9.
Menuntut
penyediaan lapangan kerja yang lebih baik bagi para pemuda dan perempuan dari
kaum intelektual profesional yang terampil dan berpendidikan menengah tinggi.
10.
Menuntut
penyediaan dan perlindungan sungguh-sungguh hak ekonomi, hak politik dan hak
kebudayaan buruh migran dan keluarganya, suku bangsa minoritas di pedalaman
yang hidup secara komunal dan setengah komunal, pemukim dan penggarap di daerah
pegunungan dan nelayan kecil yang tidak bisa melaut karena keterbatasan
kemampuan menghadapi alam dan cuaca yang tidak menentu.
11.
Menuntut
untuk segera meratifikasi Konvensi ILO No.190 tahun 2019 tentang Penghapusan
kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
12.
Segera
berlakukan kontrak mandiri bagi PRT Migran, Hentikan penahanan dokumen serta
overcharging dan kebijakan lainnya yang memberatkan buruh migran Indonesia.
13.
Menuntut
dicabutnya Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan sistem pembayaran UKT yang
mempertahankan komersialisasi pendidikan, membatasai akses rakyat untuk kuliah,
serta secara kebudayaan mempertahankan orientasi pendidikan yang melayani
kepentingan imperialis, borjuasi besar komprador, dan tuan tanah.
Kami berharap tuntutan ini dapat menjadi tuntutan bersama
kaum perempuan dan rakyat. Mustahil tuntutan ini bisa tercapai bila hanya menjadi
milik, di dukung dan diperjuangkan secara langsung oleh segelintir orang kaum
perempuan semata, dijalankan oleh organisasi dan kelompok masyarakat yang
terbatas.
Kami menyerukan kepada kaum perempuan untuk ambil
bagian langsung dalam perjuangan untuk pembebasan dan kemajuan kaumnya dengan
cara ambil bagian aktif dalam organisasi perempuan, organisasi tani dan buruh
serta organisasi kaum intelektual dan profesional yang dapat meringankan beban
hidup kaum perempuan, sungguh-sungguh berpihak dan memiliki cita-cita menghapus
akar penghisapan dan penindasan terhadap kaum perempuan selamanya.
Sekali lagi, semoga tuntutan ini menjadi milik
kaum perempuan, rakyat tertindas dan terhisap Indonesia, memperoleh dukungan,
dan diperjuangkan oleh seluruh rakyat indonesia.
Jakarta,
8 Maret 2021
Hormat kami
Front Perjuangan Rakyat (FPR)
Rudi HB. Daman
Koordinator
Umum
Aliansi Gerakan
Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Pemuda Baru
Indonesia (PEMBARU-Indonesia), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Perempuan
Indonesia (SERUNI), Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN), Keluarga
Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), Institute for National and Democracy
Studies (INDIES)
Posting Komentar