Pidato Politik AGRA untuk Hari Tani Nasional 2021 yang disampaikan dalam Konferensi Rakyat Indonesia dalam rangka menentang UN Food System Summit 2021
Oleh Rendy Perdana – DPP AGRA sebagai Keynote Speech pada Konferensi Rakyat Indonesia - Global People's Summit, 22 September 2021
Bagi AGRA, Organisasi Tani Demokratis Nasional Memperingati Hari Tani Nasional setiap tahun tanggal 24 September adalah peringatan penting dan keras tentang kegagalan landreform sejati di Indonesia. Kegagalan ini telah mengakibatkan terbelenggunya kaum tani pada sistem produksi terbelakang yang menindas dan menghisap milik tuan tanah besar, Sistem Setengah Feodal, hingga sekarang. Lebih dari itu, bangsa Indonesia tetap berada di bawah dominasi imperialisme. Ia tetap negeri Setengah Jajahannya negeri imperialis dan feodalisme menjadi basis sosialnya. Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan pengakuan formal Belanda 1950 hanyalah bersifat nominal. Tanah dan kekayaan alam, pertambangan dan industri tetap di tangan imperialis. Para tuan tanah besar, kolaborator penjajah Belanda dan Jepang di masa lalu tetap berkuasa atas negara yang baru, atas pemerintah pusat maupun daerah. Mereka menjadikan dirinya sendiri sebagai kaki tangan imperialis. Perjuangan rakyat untuk membebaskan dirinya secara penuh tidak pernah berhenti. Kaum tani melancarkan gerakan pembebasan nasional, menjadikan dirinya sebagai kekuatan pokok di bawah pimpinan klas buruh. Persatuan kedua klas tersebut sukses memaksa Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi sekalipun dengan kompensasi. Lebih dari itu, Presiden Sukarno segera mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 mengakhiri sistem parlementer dan menjadikan dirinya sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
Dari tahun 1960-1964 Presiden Sukarno dan Partai Komunis Indonesia (PKI) mengendalikan perjuangan klas kaum tani dan klas buruh yang oleh kaum reaksioner disebut sebagai “aksi sepihak”. Sembari melambungkan harapan rakyat setinggi langit pada Landreform dengan jalan damai. Seolah seluruh kekuasaan atas negara reaksi telah berada di tangan, kaum nasionalis dan komunis dalam waktu sangat singkat mengubah seluruh peraturan tanah era kolonial dan feodal digantikan dengan peraturan baru yang sangat progresif dan revolusioner. Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, Undang-Undang Pokok Bagi Hasil No.2 Tahun 1960, Undang-Undang No.56 Peraturan Pengganti Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, Peraturan Pemerintah 224 Tahun 1961 Tentang Obyek Landreform, Keputusan Presiden No.131 Tahun 1961 disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 263 Tahun 1964 Tentang Panitia Landreform, dan Undang-Undang No 21 tahun 1964 Tentang Pengadilan Landreform.
Sukarno dan PKI tidak saja gagal melaksanakan seluruh peraturan tersebut, Landreform Jalan Damai adalah justru menjadi puncak petualanganisme politik Aidit yang memberi jalan dan kesempatan bagi klas reaksioner yang dipimpin oleh Jenderal Fasis Suharto, dengan pedang Joyeuse Charlemagne di tangannya, dengan dukungan penuh imperialis Amerika Serikat dan Inggris membantai jutaan kaum tani di pedesaan, klas buruh dan kaum intelektual progresif. Jutaan dipenjara, jutaan keluarga progresif melanjutkan hidup di bawah teror anti komunis Orde Baru hingga sekarang.
Peringatan Hari Tani 24 September 2021 kali ini berlangsung di tengah kegagalan Pemerintah Presiden Joko Widodo (JOKOWI) melambungkan ilusi rakyat pada program landreformnya: Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS). Dengan kekuasaan sangat lemah di tangannya, Program RAPS menjadi pemecah-belah kaum tani di pedesaan dan perjuangan klasnya. Tidak hanya itu, Presiden JOKOWI berusaha menghidupkan kembali Program Food Estate, ide abortif Menteri Pertanian Suswono di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2008. Presiden JOKOWI mencoba jalan pintas untuk mengamankan pangan nasional di tengah kefrustrasian dan histeria penanganan Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan kekurangan pangan parah, kemiskinan akut berlipatganda, pengganguran dan putus sekolah di kalangan rakyat khususnya kaum tani di pedesaan.
Peringatan Hari Tani 24 September 2021 kali ini berlangsung di tengah kelaparan mayoritas rakyat di dunia di tengah sementara kapitalis besar monopoli internasional G-7 dan China, perusahaan monopoli pertanian-nya (Agropoly) merampas hasil kerja kaum tani dari seluruh dunia untuk super-profit. Mereka mengirim sampah pengganjal perut-jutaan jenis produk pangan instan yang disebutnya produk pangan maju ke negeri Setengah Jajahan dan Setengah Feodal, produk pangan yang disubsidi besar-besaran oleh negaranya, memaksa mereka mencabut subsidi dan bea impor, menghancurkan harapan negeri agraris membangun industri pangan sendiri. Pangan-pangan sampah yang dijual satu paket dengan gaya hidup urban kapitalis merajai gudang pangan dan super-market negeri-negeri Setengah Jajahan dan Setengah Feodal. Pangan-pangan tersebut mengirim jutaan setiap orang ke rumah sakit dan menemui ajalnya karena kanker, diabetes, dan aneka penyakit lambung kronis.
Amerika Serikat dan negeri kapitalis besar Eropa dan Jepang memberikan subsidi besar bagi pertaniannya, menerapkan bea impor yang tinggi bagi komoditas pertanian dari berbagai negeri ke negerinya sendiri. Dalam waktu bersamaan memaksa seluruh negeri SJSF membuka pasar seluas-luasnya bagi komoditas pertanian Amerika dengan bea masuk serendah-rendahnya. Subsidi besar negeri imperialis diberikan pada perusahaan besar pangannya seperti Dupont, Monsanto dan Sygenta untuk menguasai produksi dan pasar pertanian dunia atas nama chauvinisme Amerika! Perusahaan besar yang di Amerika sendiri menghadapi tuntutan berkelanjutan dari para tani kecil perseorangan yang bersisa bersama para buruh pertanian kapitalis karena penggunaan bibit rekayasa genetika dan skandal obat-obatan kimia pertaniannya yang sangat jahat.
Negara imperialis dan perusahaan monopoli pertanian besarnya mendikte dan membiayai perubahan undang-undang investasi di bidang pertanian di berbagai negeri. Jutaan hektar tanah menjadi para tuan tanah besar kaki tangannya di negeri SJSF atau jatuh ke tangan perusahaan besar pangan asing secara langsung yang mempekerjakan para tani miskin dan buruh tani dalam sistem produksi setengah feodal dengan memberlakukan sewa tanah dan peribaan pertanian yang mencekik serta upah buruh tani yang sangat rendah, yang dimanipulasi dengan sistem inti-plasma, sistem kemitraan dan bapak-angkat. Di Indonesia, sejak keluarnya Undang-Undang Inevstasi No 25 tahun 2007 di Indonesia, perusahaan asing menanamkan investasi tanpa batasan berarti bahkan menguasai tanah pertanian secara langsung tanpa halangan. Tahun 2020, Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja memberikan dorongan berlipat untuk perampasan tanah berkelanjutan.
Peringatan Hari Tani 24 September 2021 kali ini berlangsung tindasan atas kaum tani yang sangat parah di berbagai belahan dunia baik oleh pemerintah boneka imperialis seperti tindasan Presiden Rodrigo Duterte atas kaum tani Philipina, kebijakan neo-liberal Perdana Menteri Modhi India, Junta Militer Myanmar, Perang Agresi di Yaman, Iraq, Palestina dan Syria. Jutaan kaum tani menderita karena perang agresi dan intervensi imperialis Amerika Serikat dan NATO-nya. Di Afganistan, komplotan Taliban mengambil kesempatan memulihkan kekuasaannya yang hilang tahun 2001 setelah mencapai kesepakatan terselubung dengan Amerika Serikat untuk membenarkan dan melegitimasi perang palsu imperialis melawan terorisme. Kekuasaan Taliban mengancam hidup jutaan kaum tani Afghanistan beserta seluruh warisan budaya kuno pertaniannya, pengetahuan berlimpah dan sangat tua tentang pertanian Sungai Eufrat, pengetahuan pangan lokal, kerajinanannya, menindas perjuangan klas serta mengasingkan kaum perempuan dari produksi pertanian lebih parah dari era sebelumnya.
Tetapi kaum tani tidak tinggal diam. Peringatan Hari Tani 24 September 2021 kali ini ditandai oleh aksi militan kaum tani di berbagai negeri mengabaikan seruan dan larangan negara reaksioner untuk berkumpul atas nama Protokol Kesehatan Pandemi Covid-19. Aksi kaum tani militan berlangsung bulanan lamanya di India melawan kebijakan neo liberal Perdana Menteri Modhi. Aksi tersebut mengirim pesan sangat kuat kepada kapitalis monopoli pertanian di negeri imperialis dan para tuan tanah besar di negeri SJSF yang meremehkan kemampuan kaum tani untuk mengorganisasikan diri dan berlawan. Dalam waktu bersamaan, perang rakyat revolusioner kaum tani India terus menguat bersisian dengan perjuangan damai tersebut meliputi sembilan negara bagian. Perang Tani Revolusioner oleh kaum tani di Philipina telah berlangsung lima dekade lebih, membuat Presiden Para Tuan Tanah Besar-Duterte begitu brutal, frustrasi kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah Philipina. Ancaman kebijakan neo-liberal telah membangkitkan kaum tani di hampir seluruh negeri di Amerika Latin dan perlawanan yang sama meskipun masih sporadis berlangsung di Afrika di tengah perang saudara tidak berkesudahan dan perang anti terorisme buatan Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya.
Perjuangan klas kaum tani menyebar luas tidak tertahankan melebihi virus Covid-19 dan variannya, menyebar dan terhubung satu-sama lain dengan berbagai cara ke seluruh dunia, juga ke Indonesia. Bagaimana pun parahnya pemberitaan media utama di Indonesia tentangnya, perjuangan bersenjata kaum tani di Papua Barat yang bergabung dalam Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat membuka mata banyak kalangan tentang potensi besar perjuangan kaum tani yang mengambil bentuk pokok, bersenjata, yang sangat digdaya melampaui demonstrasi seperti biasa dalam capaian politik maupun organisasionalnya. Sekalipun secara umum masih menghadapi kesulitan bangkit dan meluas, kaum tani di seluruh pelosok pedesaan dan pedalaman dan pegunungan di seluruh Indonesia tidak diam sepenuhnya. Kaum tani terus berjuang melancarkan perjuangan klasnya melawan monopoli tanah, menghapus sewa tanah dan peribaan, melawan impor dan ekspor produk pangan sekaligus serta terus berjuang menemukan cara terbaik untuk bangkit dan terorganisasi secara solid dan luas. Perjuangan penambang tradisional yang tidak lain adalah kaum tani dan buruh tani yang tidak bisa hidup hanya bersandar pada pertanian bertarung melawan negara dan korporasi tambang besar imperialis. Mereka menjadi sasaran pukul berbagai Fund dan Badan Lingkungan Hidup Internasional (BLHI) yang bekerja untuk kepentingan imperialisme di Indonesia. Penambang tradisional adalah sansak hidup dan pengalih pukulan dari penambang kapitalis besar monopoli seperti Exxonmobile Oil, Chevron, Newmont, British Petrolium (BP), Freeport McMoran, Inco atau Vale, China National Oil Compnay (CNOC), ChonocoPhilips, Santos, Hess, Total, ENI, SantaFe dan lain sebagainya.
Petani sawit dan karet, kopi dan kakao, petani teh dan tebu bersama-sama maupun sendiri-sendiri terus diprovokasi klas reaksioner berkuasa agar ambil bagian dalam persaingan dan melawan “kaum tani” secara global dengan kemampuan mereka sendiri tanpa bantuan negara sama sekali. Kredit penenaman tanaman komoditas yang sangat mahal, peremajaan tanaman komoditas atau replanting, biaya pemeliharaan, hingga infrastruktur pertanian, biaya transportasi, biaya pemasaran dipotong dari produk kaum tani kecil perseorangan dan upah buruh tani. Subsidi negara diberikan pada tuan tanah besar, berbagai jenis keringanan diberikan pada kapitalis besar monopoli internasional yang beroperasi di Indonesia. Di tengah Pandemi Covd-19, komoditas pertanian kaum tani seperti Minyak Mentah Sawit (crude palm oil), karet, kopi, teh, molases tebu dibebani ekspor sangat besar untuk pendapatan ekspor. Halnya dengan impor. Pemerintah dengan licik mengatur defisit produksi komoditas hingga pengaturan data produksi sedemikian rupa agar tetap defisit demi membuka jalan selebar-lebarnya untuk komoditas pertanian impor. Komoditas pangan, holtikultura dan peternakan menjadi primadona impor untuk keperluan pendapatan kapitalis birokrat, borjuasi besar komprador dan imperialis.
Jutaan klas buruh Indonesia bekerja dalam manufaktur olahan pertanian dan pangan milik imperialis, pabrik milik borjuasi besar komprador yang dibiayai oleh kapital utang dan kapital produktif milik imperialis. Mereka bekerja dengan proporsi upah yang sangat timpang dibandingkan dengan nilai hasil produksi yang dirampas sebagai super-profit dan reaptriasi ke negeri imperialis. Kondisi kerja sangat buruk di pabrik seperti Comfeed, Bisi, Bayer, Sygenta, Unilever, Mayora, Coca-Cola, Duponc, Monsanto, dan berbagai raksasa ritel seperti Wallmart, Mc Donald, Pizza Hut, Starbuck, Dunkin’ Donat dan berbagai gerai waralaba sejenis. Berbagai pasar virtual komoditas pertanian yang disebut “market place” di-inisiasi. Tempat terbesar tetaplah Amazon dan Alibaba. Produk kaum tani didorong untuk meraih peruntungan di tempat-tempat semacam itu. Internet diperluas hingga pedesaan. Pemerintah JOKOWI seperti Pungguk merindukan bulan, bertualang menghabiskan trilyunan rupiah utang luar negeri membangun DESA DGITAL demi kepentingan tersebut. Frustrasi membantu memajukan produksi kaum tani, menciptakan lapangan kerja di tengah membengkaknya pengangguran akut di pedesaan, gagal menciptakan produksi dan pasar NYATA, jalan keluarnya PRODUKSI DAN PASAR VIRTUAL, Pasar Digital Pertanian!
Singkatnya, demi menghindari Landreform sejati sebagai satu-satunya jalan untuk menciptakan kedaulatan pangan berbagai “kreasi, inovasi, sensasi dan beragam ilusi” diaduk jadi satu dengan bantuan negeri imperialis, Bank Dunia, IMF, FAO, UNESCO dan seluruh badan-badan internansional imperialis yang terhubung langsung dengan isu tanah, sumber daya alam, pertanian dan pangan. Dengan cara yang sama, para tuan tanah besar mempertahankan dirinya sebagai Pusat Grafitasi produksi, pabrik olahan dan Pasar bagi produk petani kecil. Dengan licik mereka mereka menciptakan situasi agar kaum tani dan buruh tani mengemis padanya untuk dijadikan sebagai “Plasma dan Anak Angkat” dari perkebunan besar “intinya”. Dalam kenyataan semua produk yang dihasilkan para tuan tanah berasal dari para plasma dan “anak Angkat”nya di sekitar perkebunan besar di seluruh Indonesia. Pada saat kaum tani tidak memperoleh dukungan apapun untuk meremajakan sawit dan karetnya, pada saat pemerintah JOKOWI memberikan seluruh subsidi pada para tuan tanah besar, pada saat itulah perampasan tanah (land grabing) sistematis dan terselubung berlangsung masif di pedesaan. Terimaksih pada Bank Dunia dan ADB yang sangat telaten mengajarkan cara ini puluhan tahun pada para tuan tanah besar Indonesia!
Belum selesai masalah yang satu, kini rakyat dibebani dengan masalah lainnya, masalah perubahan iklim. Dengan berbagai cara mereka menjelaskan bahwa hutan sangat penting dan kehancurannya adalah tanggungjawab bersama setelah bertahun-tahun mengambil keuntungan sangat besar dari pohon-pohon alam, bahan-bahan tambang yang di ekspor mentah ke negeri imperialis. Saat ini, imperialis dan pemerintahan bonekanya berusaha dengan berbagai cara menunjukkan dirinya sebagai penyelamat alam dan dunia dari perubahan iklim. Mereka menyiapkan perubahan iklim sebagai alasan utama dibalik kegagalannya menciptakan perkembangan yang sama maju dan merata serta berkelanjutan dalam bidang pertanian dan industri pangan negeri-negeri di seluruh dunia.
Mereka sangat licik memanipulasi tujuan yang sebenarnya. Perubahan iklim yang telah terbukti membunuh kaum tani secara massal melalui bencana alam banjir, longsor, kekeringan di pedesaan dan menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup miliaran rakyat dunia hanya dijadikan senjata untuk meneror dan mengintimidasi bahkan telah dijadikan senjata sakti untuk merampas hak rakyat atas tanah, hutan, air dan kekayaan alam di seluruh dunia. Trilyunan dollar cadangan kapital utang dan produktif disiapkan untuk diekspor melalui skema, mekanisme dan proyek berkedok penangan perubahan iklim palsu.
Di Indonesia, imperialis dan kaki tangannya sejak lama telah mendelegitimasi hukum dan hak komunal, melenyapkan kekuasaan dan merendahkan kemampuan suku bangsa minoritas yang telah membuktikan dirinya sebagai pelestari hutan sejati. Mereka menjaga tanah dan hutan warisan leluhurnya kehormatan, dengan nilai dan praktek kolektif yang tiada duanya. Imperialis dan kaki tangannya di Indonesia adalah penghancur hutan, peng-konversi hutan menjadi kebun besar komoditas, pencipta peraturan agar bisa memberi izin konsesi pada dirinya sendiri. Mereka mendatangi suku-suku bangsa di pedalaman Indonesia, berbekal peraturan sepihak di tangannya untuk mengelola hutan, tanah dan kekayaan alam serta kekuasaan atas lingkungan hidup. Mereka menentukan tapal-batas hutan adat suku komunal dan semi-komunal dengan berbagai alasan pembenar. Selanjutnya, dengan arogan menobatkan dirinya sendiri sebagai penjaga hutan sejati, pelestari lingkungan hidup sejati. Lebih jauh lagi, dengan tidak tahu malu, para perusak hutan raksasa internasional dan Indonesia tersebut masih juga membodohi rakyat terlebih suku bangsa minoritas dengan menjadikan dirinya sebagai filantropis pecinta hutan dengan menyisihkan “setai kuku” dari super-profit yang diperoleh dari penebangan kayu hutan puluhan tahun, penambangan di kawasan hutan, serta obligasi-obligasi dan saham perusahaan besar hutannya. Mereka berusaha memanipulasi jejak kotornya di atas jalan-jalan logging dan tambang dengan memberikan anugrah, hadiah dan dana bagi para pelestari alam dan hutan yang mereka didik sendiri. Para intelektual perkotaan, para tani kaya dan tuan tanah kecil di desa, para pemimpin suku bangsa minoritas yang telah rusak, mereka-mereka yang bersedia mendukung dan menjalankan programnya di pedesaan masih dimobilisasi dengan kegiatan semacam ini. Dana-dana Corporate Social Responsibility (CSR) adalah cadangan dana suap yang diberikan untuk merekrut para pendukung, memoderasi perjuangan klas kaum tani dan suku bangsa minoritas.
Hutan Indonesia adalah milik imperialis, tunduk pada kebijakan dan peraturan internasional yang didominasi imperialis dalam penguasaan, penggunaan dan penentuan hari depannya. Dengan senjata peraturan di tangannya dan aparat negara siap tempur di pihaknya, mereka memaksa kaum tani dan suku bangsa minoritas yang telah berada secara turun-temurun dan beranak-pinak dalam hutan itu untuk hidup dalam “enclave” buatannya. Itu sudah lebih baik daripada diusir dari hutan. Mereka menjadikan dirinya “leluhur” pemberi hak dan sertifikat bagi suku bangsa minoritas.
Di Hari Tani 24 September 2021 ini, peringatan keras harus diberikan pada imperialis dan kaki tangannya di Indonesia agar berhenti menghina, membodohi, menindas dan menghisap rakyat khususnya kaum tani, suku bangsa minoritas, nelayan kecil, para pemukim dan penggarap di hutan, pemuda dan perempuan tani. Penderitaan yang telah diciptakan sangat berat, parah dan sangat luas, mustahil bisa diselesaikan dengan pembaruan biasa. Harta dan kekayaan yang hilang bisa dicari gantinya, tetapi nyawa yang hilang, perjuangan yang ditumpas dengan brutal tidak berbelas kasihan, hinaan dan pembodohan terhadap rakyat di pedesaan seluruh Indonesia adalah rasa sakit kronis yang tidak bisa terlupakan dan dimaafkan begitu saja, tidak bisa diobati dengan apapun kecuali perubahan fundamental melalui landreform sejati yang tertunda lama kemenangannya di Indonesia.
Kaum tani pejuang landreform sejati masa kini telah menarik pelajaran berharga bahwa kebijakan, peraturan dan program se-progresif apapun yang bisa dibuat oleh negara dan pemerintah nasionalis sekalipun, apalagi dibuat oleh negara dan pemerintah boneka imperialis, tidak akan bisa dijadikan dasar untuk memenangkan land reform dan menciptakan kedaulatan pangan di Indonesia apabila tanpa bersandar pada kekuatan pokok yaitu kaum tani itu sendiri dan sekutu dasarnya klas buruh. Perjuangan klas untuk landreform sejati tidak bisa dimenangkan dengan jalan damai semata selama negara dan pemerintahan boneka-imperialis masih setia menindas dengan kekerasan senjata setiap tuntutan mendesak dan strategis kaum tani, klas buruh, tuntutan rakyat tertindas dan terhisap Indonesia yang telah bertekad memenangkan landreform sebagai pembuka jalan sekaligus basis bagi pembangunan Indonesia sebagai negara industri maju.
Krisis kronis terus berlangsung di Indonesia, rakyat tertindas dan terhisap tidak perlu menunggu puncak krisis konis apapun untuk mengakhiri penindasan dan penghisapan dan menciptakan sistem baru. Setiap waktu, setiap hari adalah puncak krisis di negeri ini. Tidak perlu menunggu situasi obyektif tertentu untuk melancarkan perjuangan klas terhadap imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat. Kemampuan subyektif, militansi, ketabahan dan disiplin organisasi dan gerakan rakyat demokratis nasional dalam membangkitkan, mengorganisasikan dan menggerakkan kaum tani, klas buruh, intelektual perkotaan, berbagai sektoral, kaum profesional serta borjuasi nasional anti imperialis akan penentu momentum dan kemenangan landreform sejati.
Bagi seluruh pimpinan AGRA dan anggotanya di seluruh Indonesia, kepada seluruh kaum tani dan buruh tani, suku bangsa minoritas, para pemukim dan penggarap di hutan, nelayan kecil dan miskin di pesisiran laut, danau dan sungai di seluruh Indonesia:
Ayo berjuang menghancurkan monopoli tanah di tangan tuan tanah besar,
Ayo turunkan sewa tanah,
Ayo turunkan riba decara drastis dalam pertanian di pedesaan,
Ayo perbaiki upah buruh tani,
Ayo hancurkan monopoli input dan hasil pertanian
Ayo promosi kerjasama tenaga-gotong royong-gerakan meringankan beban sesama tani miskin dan buruh tani
Ayo gencarkan gerakan menabung dari hasil kemenangan perjuangan klas yang berhasil diraih
Kepada seluruh klas dan sektor lainnya terutama kaum buruh, buruh migran, para intelektual demokratis, para profesional, pekerja seni dan sastra, pemuda dan perempuan ayo menangkan landreform sejati lebih dahulu, ayo bebaskan kaum tani lebih dahulu sebagai syarat pembebasan klas dan sektor lainnya, sebagai syarat pembebasan bangsa Indonesia dari imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat. Landreform sejati adalah syarat negeri ini bebas dari keterbelakangan dan menjadi negeri industri, bebas dari hantu kemiskinan dan pengangguran, bebas dari ketertinggalan dan bisa setara dengan bangsa dan masyarakat maju manapun di dunia.
Dengan memegang prinsip dan menggencarkan tuntutan tersebut kita pasti bersatu dan menang melawan berbagai kebijakan, keputusan dan peraturan yang menindas dan menghisap, hari depan perjuangan landreform sejati dan kedaulatan pangan hanyalah GEMILANG KEMENANGAN.
Selamat Hari Tani Nasional, Jayalah Perjuangan Landreform Sejati
Hidup Kaum Tani
Hidup Klas Buruh
Rakyat Tertindas Dan Terhisap Seluruh Indonesia Bersatulah.
Posting Komentar