Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2021 ini adalah momentum bagi seluruh rakyat dan bangsa yang tertindas dan terhisap menyadari dengan sungguh-sungguh krisis kemanusiaan secara ekonomi, politik, kebudayaan dan keamanan yang terjadi di bawah dominasi imperialisme saat ini. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 telah berusia 73 tahun sejak diadaptasi oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diklaim oleh Sekretaris Jenderal PBB BAN Ki-moon sebagai dokumen satu-satunya yang diterbitkan dalam 360 bahasa bahkan dikatakan sebagai dokumen paling indah dan menggema oleh UN High Commissioner for Human Rights Zeid Ra’ad Al Husain, telah diakui dan diterima sebagai standar untuk menentukan tindakan benar dan salah terhadap manusia oleh seluruh negeri dunia. Akan tetapi tidak satupun prinsip dasar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 tersebut bisa dijalankan di bawah kekuasaan imperialisme termasuk di negeri industri kapitalis yang mengklaim diri memiliki demokrasi dan peradaban paling maju dan modern. Prinsip-prinsip dasar dokumen tersebut apabila dijalankan dengan sungguh oleh seluruh rakyat dan bangsa di dunia, imperialisme akan hancur saat itu juga di dunia.
Rabu, 30 November 2022
Pernyataan Sikap FPR: Memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional, 10 Desember 2021
Karena itu, apabila Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dijadikan sebagai pegangan bersama maka jaminan kebebasan untuk MEMBERONTAK sebagaimana ditegaskan dalam PREAMBULE Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tersebut pasti akan dipergunakan oleh rakyat dan bangsa tertindas dan tertindas untuk menghancurkan imperialisme yang melegalkan berbagai bentuk tirani dan penindasan di seluruh dunia:
“Whereas it is essential, if man is not to be compelled to have recourse, as a last resort, to rebellion against tyranny and oppression, that human rights should be protected by the rule of law”
Akan tetapi imperialisme berserta seluruh pemerintah boneka, rezim tirani dan penindas, adalah penindas hak-hak dasar, penindas siapapun yang berjuang mewujudkan kebebasan dan kesetaraan serta kemajuan ekonomi, politik, kebudayaan dan keamanan bagi semua orang. Mereka bersama-sama mempertahankan sistem yang membenarkan dan mempertahankan kebebasan, kesetaraan dan kemajuan sebagai hak istimewa segelintir negara dan klas. Mereka melindungi dengan senjata kebebasan segelintir negara dan klas paling berkuasa, sebaliknya menindas dengan senjata bangsa dan rakyat tertindas-terhisap yang berjuang membangun sistem yang menjamin kesamaan dan kesetaraan hak di dunia. Mereka adalah penindas sesungguhnya dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 itu sendiri.
Di Indonesia Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 tidak hanya kehilangan isinya secara keseluruhan akan tetapi telah kehilangan bentuknya. Deklarasi tersebut tidak hanya dipangkas dan diacak-acak isinya dengan berbagai undang-undang dan peraturan di bawahnya akan tetapi telah diakhiri hidupnya secara keseluruhan dengan status bangsa dan rakyat Indonesia yang masih DIJAJAH secara tidak langsung oleh imperialisme demi memelihara belenggu sistem produksi lama Setengah Feodal di seluruh pedesaan luas Indonesia.
Tidak hanya itu. Dari hari ke hari klas yang paling berkuasa di Indonesia, borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar terus berusaha menjadikan alat produksi utamanya tanah dan kekayaan alam, kebebasan dan kemajuan menjadi miliknya sendiri, menjadikan negara dan pemerintah yang berkuasa menjadi milik istimewa klasnya sendiri. Negara dan pemerintah tidak hanya BERPIHAK pada dua klas paling berkuasa tersebut, negara dan pemerintah RI adalah milik klasnya sendiri. Sementara ratusan juta rakyat Indonesia tidak memiliki alat produksi dan sumber daya alam, tidak memiliki kebebasan dan tidak berhak atas kemajuan bahkan tidak ada pengamanan dan pengawalan apapun untuk keamanan rakyat.
Para tuan tanah besar menguasai tanah ribuan hingga jutaan hektar dengan mudah dan penuh perlindungan. Sementara jutaan keluarga kaum tani di pedesaan, tidak berhak memiliki selembar tanah pun untuk membangun pondok tempat tinggalnya dengan keluarga, jangankan tanah subur untuk bercocok tanam. Para borjuasi besar komprador memiliki pabrik, menguasai bank dan perdagangan ekspor-impor bahkan ritel di Indonesia. Rakyat setengah mati untuk memiliki usaha kerajinan tangan, kios sebagai pedagang kecil dan bahkan mempertahankan kerja upahnya sebagai buruh.
Peringatan Hari HAM Se-dunia 10 Desember 2021 diselenggarakan pada tahun kedua Pandemi Covid-19. Covid-19, sebagaimana isu “Terorisme” telah dipergunakan sebagai instrumen klas reaksioner untuk merampas kebebasan bahkan kekayaan rakyat, kaum tani dan klas buruh. Begitu banyak aturan baru yang sengaja dibuat untuk penanganan Pandemi Covid-19. Seluruh aturan hanya untuk merampas kebebasan rakyat dan memberikan keleluasaan bagi klas reaksioner dan pemerintah yang berkuasa.
Peringatan Hari HAM Se-dunia 10 Desember 2021 diselenggarakan di tengah bencana alam yang merenggut nyawa rakyat, merampas kekayaan yang telah dikumpulkan dengan susah payah begitu saja. Banjir di Sintang dan Banjar, Gunung meletus Semeru Jawa Timur, banjir bandang dan longsor serta gempa bumi. Nyata terlihat kaum tani berlari di tengah guguran lava sambil menggendong kambing dan memikul beras. Tidak ada hak apapun bagi mereka sebagai warga negara untuk paham bahaya tempat tinggalnya, infrastruktur perlindungan yang mencukupi dan terpelihara dengan baik. Begitu mudah orang mati karena bencana tanpa alasan yang berarti. Begitu mudah orang kelaparan seketika ada bencana karena tidak ada persiapan apapun.
Peringatan Hari HAM Se-dunia 10 Desember 2021 diselenggarakan di tengah begitu banyak kejahatan seksual, halus maupun kasar, terhadap kaum perempuan dan anak-anak. Negara melalui pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat hanya sanggup membuat Rancangan Undang-Undang “Tindak Pidana Kekerasan Seksual - PKS”. Rakyat Indonesia menuntut penghapusan menyeluruh terhadap berbagai bentuk kejahatan seksual dan berbagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan oleh klas dan negara serta kejahatan berbasis sistem patriarki kaum laki-laki. Rakyat Indonesia menuntut bahwa kejahatan terhadap kaum perempuan dan anak-anak harus dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa (ekstra-ordinary crime).
Peringatan Hari HAM Se-dunia 10 Desember 2021 diselenggarakan di tengah kaum buruh menuntut kenaikan upah karena melonjaknya harga keperluan hidup jauh meninggalkan harga tenaga kerja. Pemerintah Presiden Joko Widodo hanya mengijinkan kenaikan 1,09% upah pada saat yang sama membiarkan industri termasuk industri farmasi merampas hasil kerja buruh sangat besar dan tanpa batas. Para kapitalis yang notabene borjuasi besar komprador di Indonesia memperoleh berbagai fasilitas bebas pajak dan penjadwalan ulang pembayaran utang selama Pandemi Covid-19. Bahkan pemerintah memperoleh dana sangat besar dari produksi dan perdagangan alat kesehatan, biaya tes dan karantina, produksi dan impor vaksin.
Peringatan Hari HAM Se-dunia 10 Desember 2021 diselenggarakan di tengah kaum tani berjuang untuk memperoleh tanah, mempertahankan tanah, mempertahankan produksi di tengah sewa tanah dan peribaan tuan tanah. Naiknya harga komoditas sawit dan karet selama Pandemi Covid-19 adalah milik para tuan tanah besar. Kaum tani hanya kebagian kaki bengkak duri sawit yang beracun dan bau karet yang menyengat.
Tidak tuntutan yang lebih baik lagi, lebih tepat lagi selain mensegariskan diri dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 agar dijalankan secara penuh oleh Indonesia tanpa alasan apapun. Agar seluruh undang-undang-undang dan peraturan yang berlawan terhadap deklarasi tersebut, termasuk Undang-Undang No.11 tahun 2020 Omnibus Cipta Kerja harus dicabut dengan sendirinya.
Lebih daripada itu, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 hanya bisa diselenggarakan secara penuh di Indonesia apabila seluruh rakyat mengobarkan perjuangan untuk Landrefrorm Sejati dan Industri Nasional sebagai esensi dari gerakan pembebasan demokratis nansional sekali lagi untuk sistem baru, bebas dari sistem setengah jajahan dan setengah feodal, bebas dari imperialisme, feodalisme dan kapitalis birokrat. Mari berjuang untuk sistem baru yang lebih adil dan bebas serta maju.
Selamat Hari HAM Se-dunia ke-73
Rakyat Tertindas dan Terhisap Indonesia Bersatulah!
Jakarta, 10 Desember 2021
Hormat kami,
Front Perjuangan Rakyat
Rudi HB. Daman
Koordinator Nasional
Organisasi Anggota FPR
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU-Indonesia), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN), Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI) dan Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
Informasi dan kontak:
Symphati Dimas (Sekretaris FPR): 0853 1134 8678
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar