Pernyataan Nasional Serikat Perempuan Indonesia-SERUNI
Peringatan Hari Perempuan Internasional ke-144
Kita memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret ke-114 pada tahun 2024 di tengah pemilihan umum serentak yang justru dengan terang-terangan dan berbagai cara merampas hak dipilih dan memilih bebas kaum perempuan tani, kaum buruh, para profesional dan pekerja rendahan serta jutaan pekerja perempuan serabutan di perkotaan dan pedesaan. Perempuan Indonesia kembali dipaksa menjadi tiang penyanggah separuh langit sistem setengah jajahan dan setengah feodal yang terancam runtuh oleh krisis kronis yang terus memburuk. Suara kaum perempuan dimanipulasi melalui pemilu demi pemilu untuk mendukung kebijakan, regulasi dan keputusan baru yang melipatgandakan penindasan dan penghisapan atas kaum perempuan itu sendiri. Prabowo Subianto, Pemenang Sementara berdasarkan quick-count Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI adalah elemen militer utama Rezim Orde Baru Suharto hingga bisa bertahan selama 32 tahun dan ambil bagian dalam memperkuat Pemerintahan Boneka Joko Widodo di periode ke-2nya sebagai Menteri Pertahanan bagi sistem Setengah Jajahan dan Setengah Feodal! SERUNI menentang pemilu tidak demokratis khususnya bagi kaum perempuan dan dari sekarang mempersiapkan diri menghadapi pemerintah boneka penindas perempuan yang akan segera lahir.
Kita juga memperingati HPI 8
Maret tahun 2024 di tengah krisis imperialis yang akut yang ditandai dengan
perang agresi brutal dan mematikan oleh zionis Israel dukungan Amerika Serikat
dan NATO atas bangsa dan rakyat Palestina. Puluhan ribu rakyat Palestina
meninggal dunia, mayoritasnya perempuan dan anak-anak yang tidak bersenjata.
Ratusan ribu lainnya menjadi pengungsi tanpa jaminan keselamatan apapun, tanpa
makanan dan minuman, pelayanan kesehatan dan tempat tinggal yang aman dan
layak. Puluhan ribu perempuan Palestina lainnya berada dalam penjara Israel,
berada dalam ancaman kekerasan seksual berkepanjangan. Perdamaian abadi di
Palestina hanya bisa terjadi apabila pendudukan zionis Israel diakhiri dan
dominasi imperialisme Amerika Serikat bisa dikalahkan oleh persatuan rakyat
tertindas dan terhisap seluruh dunia. SERUNI juga mengutuk kematian dan
kekerasan terhadap perempuan dan anak selama berlangsungnya Perang
Berkepanjangan Rusia atas Ukraina karena provokasi dan dukungan Amerika Serikat
dan sekutu NATO-nya. Rakyat Palestina, Rusia dan Ukraina serta rakyat di
berbagai negeri yang sedang ambil bagian dalam perang menentang dominasi
imperialisme tidak hanya membutuhkan bantuan kemanusiaan dan dipuaskan dengan perdamaian
palsu, akan tetapi membutuhkan solidaritas internasional sejati dan perdamaian
abadi yang hanya bisa dimenangkan dengan gerakan pembebasan anti imperialis yang
kuat oleh persatuan rakyat tertindas dan terhisap di setiap negeri dan seluruh
dunia.
Sejak Peringatan Hari
Perempuan Internasional 8 Maret 2023 upaya aktif pemerintah boneka imperialis
memperingatinya semakin intensif. Termasuk peringatan HPI 8 Maret ke-144 ini.
SERUNI sebagai organisasi perempuan yang memperjuangkan pembebasan perempuan
Indonesia secara fundamental menegaskan bahwa selemah apapun kekuatan kaum
perempuan demokratis dan gerakannya menyerukan kepada seluruh rakyat tertindas
dan terhisap di Indonesia agar berjuang bersama-sama agar HPI tetap menjadi
milik rakyat, tidak jatuh dalam dominasi klas penindas dan penghisap baik di
Indonesia maupun seluruh dunia yang dengan segala cara menunjukkan dirinya
sebagai pejuang pembebasan kaum perempuan. Mereka hanya memperingati Hari
Perempuan Internasional 8 Maret demi mengahalangi meluasnya ide dan perjuangan
demokratis nasional yang mengubah secara fundamental penindasan dan penghisapan
berlapis-lapis terhadap kaum perempuan. Peringatan yang mereka adakan untuk pembebasan
perempuan dari klas-klas reaksioner yang berkuasa itu sendiri, bukan bagi kaum
perempuan buruh dan kaum tani, profesional dan pekerja rendahan lainnya di
pedesaan dan perkotaan. Bahkan peringatan yang mereka adakan hanya untuk
menegaskan kembali batasan-batasan baru “pembebasan
perempuan” yang boleh dan tidak dibenarkan
oleh imperialisme serta sistem setengah jajahan dan setengah feodal di
Indonesia. Singkatnya, peringatan HPI 8 Maret oleh Pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak hanya untuk menegaskan bahwa cita-cita
pembebasan kaum perempuan sepenuhnya dari sistem patriarki kaum laki-laki dan
berbagai bentuk diskriminasi karena agama dan masyarakat tidak relevan dan hanya
utopia!
Sejak Clara Zetkin, pendiri
gerakan proletar Jerman pada tahun 1910 mengusulkan Hari Perempuan
Internasional 8 Maret pada Konferensi Internasional Kedua Perempuan Sosialis,
hingga saat ini dunia hanya mewarisi dua pengalaman pembebasan fundamental kaum
perempuan di dunia yaitu Rusia setelah kemenangan Revolusi Besar Oktober
1917-1956 dan China sejak 1949-1976. Setelah itu imperialisme dan seluruh
varian sistem kekuasaan terbelakang di negeri setengah jajahannya mengembalikan
status kaum perempuan kembali di bawah dominasi sistem patriarki kaum
laki-laki, berbagai macam diskriminasi dan kekerasan beserta seluruh pekerjaan
domestik yang dianggap melekat padanya sejak lahir.
Di negeri industri kapitalis
paling maju Amerika Serikat nasib kaum perempuan serupa tapi tidak sama dengan
nasib kaum perempuan di negeri agraris terbelakang seperti Indonesia.
Domestifikasi, diskriminasi upah, komersialisasi kaum perempuan berlangsung
intensif. Demikian pula dengan negeri Eropa Barat yang membebaskan kaum
perempuan di dalam sistem liberalnya sebagai komoditas sekaligus instrumen
untuk melipat-gandakan kelahiran NILAI BARU dari komoditas dan kapital uangnya.
Meskipun kita sudah
memeringati HPI 8 Maret kali ke-114, ungkapan Mao Tse Tung pemimpin gerakan
pembebasan perempuan proletar China, “Kaum
Perempuan Menopang Separuh Langit”, hanya berlaku
sangat artifisial di Indonesia. Di Indonesia sulit menemukan mereka yang tidak
memuja-muji, memuliakan kaum perempuan dan mengaku melindungi dengan sekuat
tenaga. Kenyataanya, kekerasan terhadap kaum perempuan dan anak-anak semakin menggila
sepanjang 2023 dalam berbagai bentuk yang sulit diterima nalar. Pembunuhan
sadis setelah diperkosa, aneka varian kekerasan seksual ektrem, penyiksaan
fisik perempuan dan anak tanpa dasar, penjualan kaum perempuan untuk prostitusi
dan sensualitas, berbagai bentuk komersialisasi kaum perempuan yang berlangsung
secara terang-terangan untuk melipatgandakan keuntungan atas barang dagangan
kapitalis, 24% lebih tenaga perempuan Indonesia dijadikan ujung tombak
penjualan produk.
Kukuhnya masih sistem
kekuasaan patriarki kaum laki-laki, sistem setengah jajahan dan setengah
feodal, telah memberikan hak istimewa yang melekat pada kaum laki-laki terutama
suami sebagai legislator sekaligus judikator bahkan menjadikan suami, paman,
abang sebagai polisi dan tentara bagi perempuan. Alhasil, sistem kekuasaan
patriarki sukses mendidik anak-anak laki-laki yang mengaku menjadi pemuja
ibunya, setiap hari masih membiarkan bahkan membela bapaknya yang
terang-terangan mendomestikkan ibunya bahkan dengan berbagai bentuk kekerasan
untuk memaksakan domestifikasi tersebut!
Ketidak-bebasan kaum perempuan
dalam aspek ekonomi menjadi basis kaum perempuan kehilangan kebebasan politik
dan kebudayaannya. Hanya segelintir perempuan Indonesia, mereka yang menjadi
bagian dari klas reaksioner yang berkuasa, menikmati kebebasan ekonomi dan
akhirnya menikmati kebebasan politik dan kebudayaan dengan jalan menindas dan
menghilangkan kebebasan jutaan kaum perempuan lainnya di pedesaan dan
perkotaan. Angka Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menunjukkan hanya 0,78 persen
kaum perempuan di posisi pimpinan dalam berbagai pekerjaan.
Jumlah kaum perempuan yang
tidak bermilik atas tanah dan tidak ambil bagian dalam kerja pertanian
bergandengan dengan kaum laki-laki di pedesaan terus meningkat. Baik karena
krisis ekonomi pertanian berbasis komoditas ekspor seperti sawit maupun karena
krisis kronis kebudayaan yang semakin parah. Data BPN 2018 menunjukkan hanya
15,88% dari 44 juta bidang tanah atas nama perempuan dan hanya 24% dari kaum
perempuan bekerja dalam sektor pertanian dan perkebunan. Di dalam masyarakat berklas seperti Indonesia,
perempuan di pedesaan hanya bisa membebaskan dirinya meskipun terbatas apabila
memiliki tanah dan ambil bagian dalam kerja bersisian dengan kaum laki-laki. Kerja
yang mendasarkan diri pada prinsip bahwa kaum perempuan berhak mendapatkan
bagian yang sama atas hasil produksi atau upah untuk setiap pekerjaan yang sama
dengan kaum laki-laki. Kaum perempuan yang tidak bermilik di pedesaan dalam
jumlah yang tidak sedikit menjadi komoditas perdagangan kontrak dalam skema
ekspor tenaga kerja murah ke berbagai negeri seperti Hongkong, Arab Saudi dan
negeri Arab lainnya, Malaysia, Australia, Korea dan Taiwan. Mereka disebut
sebagai pekerja migran.
Jumlah kaum perempuan yang
tidak bekerja dalam produksi pertanian dan industri semakin besar dari jumlah
kaum perempuan yang bekerja. Jenis pekerjaan yang tersedia bagi kaum perempuan
semakin tidak bermutu dan semakin memudahkan kaum perempuan menjadi obyek
berbagai bentuk kekerasan fisik dan seksual. Kaum perempuan yang terampas hak
dasarnya atas pendidikan dan kesehatan yang murah dan berkualitas masih sangat
besar terutama di pedalaman, pegunungan dan pemukiman Suku Bangsa Minoritas
(SBM) serta Tani Pemukim dan Penggarap di hutan-hutan Indonesia.
Krisis kronis, penindasan dan
penghisapan atas kaum perempuan tidak bisa diakhiri dengan cara biasa termasuk
pemilihan umum. Berulang kali kebijakan, regulasi dan keputusan baru lahir
setelah belasan pemilu di Indonesia sejak tahun 1955. Seluruh kebijakan,
regulasi dan keputusan tersebut justru memperdalam krisis kaum perempuan secara
ekonomi, politik dan kebudayaan. SERUNI tetap pada pendirian bahwa kaum
perempuan Indonesia bebas seiring sejalan dengan pembebasan bangsa dan rakyat
Indonesia dari sistem setengah jajahan dan setengah feodal. Sistem kekuasaan
patriarki kaum laki-laki hanya bisa lenyap secara fundamental apabila dominasi
imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat lenyap dari Indonesia.
Seluruh perjuangan demokratis nasional untuk pembebasan tersebut hanya bisa
dimulai dengan memenangkan LAND REFORM sejati dari pedesaan sebagai pembuka
jalan bagi industri nasional, penjamin sejati pembebasan kaum perempuan.
Kaum perempuan Indonesia harus
menjadi tiang penopang separuh langit sistem baru yang lebih bebas, adil dan
maju yang harus diperjuangkan lahir di Indonesia dan dunia. Ia tidak boleh lagi
menjadi penopang separuh langit sistem setengah jajahan dan setengah feodal
yang pasti akan ambruk!
Selamat HPI 8 Maret 2024,
Hancurkan Imperialisme,
Musnahkan feodalisme, Lawan Kapitalisme Birokrat
Jayalah Perempuan Indonesia!
Rakyat tertindas dan terhisap seluruh Indonesia bersatulah!
Posting Komentar